...

Tuesday, March 27, 2012

Biarkan saja Tuhan

Tuhan ... nirwana mu menembus segala batas kegelapan
kosmos yang meluas dengan liputan pijar sinar-Nya
menghangatkan malam saat dingin menyusup pada sukma
dan membangunkan jiwa yang lapar akan balutan kasih sayang
serta cinta yang terbagi pada semesta alam dan isinya

Gusti pengeran ... jika suryamu adalah harapan
temukan aku pada hari esok saat mentarimu menyambut dengan bahasanya
Gusti pengeran ... jika waktu adalah gelisah yang tak kunjung usai
biarkan aku bersahabat dengan kesendirian-Mu saja
tanpa ada yang lain diantara kita

Tetapi Dirimu bukanlah surya
Dirimu bukanlah waktu
Dirimu bukanlah apa yang dapat terindra disini dan disana
Engkau ada tanpa perlu eksistensi mereka
Engkaulah yang meliputi segalanya

Saat jiwa telah lama mati
sesungguhnya dia rindu pada arti yang semestinya hati nanti
rayuan itu tak lantas membuat terlena
karena aku sadar bahwa Engkau lah tujuan akhir semua perjalanan ini

Gusti Allah ... aku kembalikan semuanya padamu
Aku titipkan doa terbaik untuk semua saudara yang sampai detik ini masih berjuang dalam jalanmu
yang tetap bersyukur walau terhimpit
yang tak pernah letih memperjuangkan apa yang pantas dilawan

Jika matiku adalah keabadian
kembalilah jiwaku pada penggembalanya
yang tunduk kemana dia akan dibawa mengembara
sebab ini adalah kenyataan, hidup menuju makna kesempurnaan

Thursday, March 15, 2012

Urip Tanpo Rupo

Poro sederek kulo sedoyo
Jaler estri, anem lan tuwo
Mumpung urip ono ing ndunyo
Saben wektu podho elingo

Elingo yen ono timbalan
Timbalane kang Moho Kuoso
Kabeh iki yo mung titipan
Awan wengi akeh dzikiro

Tanggane podho nyumbang
Podho nangis koyo wong nembang
Yen ngajine arang-arang
Iku tondo imane kurang

Den tutupi penganggo puteh
Yen wes budal ra iso muleh
Tumpakane kereto jowo
Ning Rodane Rodo manungso

Den tutupi ambyang-ambyang
Den uruki sirami kembang
Tanpo bantal, tanpo kloso
Turu Dewe ra ono Kancane

Monday, March 12, 2012

Tetaplah Saja Seperti Asalnya

manusia terlahir tanpa membawa apa-apa
dia terlahir terhujung dengan sesederhananya manusia
Dengan tanpa sebatas kemampuanpun
Yang terbelenggu pada tirai bisu pada apa yang dapat dilakukan manusia

Manusia memang tetap manusia sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia
Perjalanan ini pun tetap dalam batas kemampuan yang sangat kecil
dia telanjang
dia lemah
dia sangat kecil di tengah samudra cakrawala ilmu-Nya

Memang seperti itulah adanya
Jika pun sekarang kau dapat berlari
Itupun juga bukan murni karena dirimu
dengan segala keterbatasanmu, mustahil kau dapat berlari sejauh itu

Sudahlah...jangan terus bersembunyi dibalik keangkuhanmu
engkau ini apa ?
engkau yang buta, engkau yang tuli
engkau yang tak pernah bersyukur bisa bertahan sampai garis ini

Kembalilah ...
pada hakikat penciptaan manusia di dunia
yang ada hanya sebatas pada kefana-an yang Maha Ada
dunia seperti abu-abu yang tak jelas hitam-putihnya

Berlarilah terus menyusuri samudra ini
hingga kau temui apa yang kau cari selama ini
saat raga, rasa dan jiwa telah lebur pada puncak penciptaan
ujung semesta dimana logika pun tak dapat menjangkaunya


Thursday, March 8, 2012

Doa Pesakitan

GUSTI,
seperti kapan saja
kami para hamba
tak berada di mana-mana
melainkan di hadapanMu jua
ini sangat sederhana
tetapi kami sering lupa
sebab mengalahkan musuh-musuhMu
yang kecil saja, kami tak kuasa
GUSTI,
inilah tawananMu
tak berani menengadahkan muka
mripat kami yang terbuka
telah lama menjadi buta
sebab menyia-nyiakan dirinya
dengan hanya menatap hal-hal maya
GUSTI,
cinta kami kepada Mu tak terperi
namun itu tak diketahui
oleh diri kami sendiri
maka tolong ajarilah kami
agar sanggup mengajari diri sendiri
menyebut namaMu seribu kali sehari
karena meski hanya sehuruf saja dariMu
takkan tertandingi
GUSTI,
kami berkumpul disini
untuk mengukur keterbatasan kami
melontarkan beratus beribu kata
seperti buih-buih
melayang-layang di udara
diisap kembali oleh Maha Telinga
sehingga tinggal jiwa kami termangu
menunggu ishlah dariMu
agar jadi bening dan tahu malu
GUSTI,
kami pasrah sepasrah-pasrahnya
kami telanjang setelanjang-telanjangnya
kami syukuri apapun
sebab rahasiaMu agung
tak ada apa-apa yang penting
dalam hidup yang cuma sejenak ini
kecuali berlomba lari
untuk melihat telapak kaki siapa
yang paling dulu menginjak
halaman rumahMu
GUSTI,
lihatlah mulut kami fasih
otak kami secerdik setan
jiwa kami luwes
bersujud bagai para malaikatMu
namun saksikan
adakah hidup kami mampu begitu ?
langkah kami yang mantap dan dungu
hasil-hasil kerja kami yang gagah dan semu
arah mata kami yang bingung dan tertipu
akan sanggupkah melunasi hutang kami
kepada kasih cinta penciptaanMu?
GUSTI,
masa depan kami sendiri kami bakar
namun Engkau betapa amat sabar
peradaban kami semakin hina
namun betapa Engkau bijaksana
kelakuan kami semakin nakal
namun kebesaran Mu maha kekal
nafsu kami semakin rakus
tapi betapa rahmat Mu tak putus-putus
kemanusiaan kami semakin dangkal
sehingga Engkau menjadi terlampau mahal
GUSTI,
kamilah pesakitan
di penjara yang kami bangun sendiri
kamilah narapidana
yang tak berwajah lagi
kaki dan tangan ini
kami ikat sendiri
maka hukumlah dan ampuni kami
dan jangan biarkan terlalu lama menanti
(EMHA AINUN NADJIB – 1981)

Tuesday, March 6, 2012

Jika Hidup Ibarat Kecap





Berwarna hitam, tapi rasanya enak.. 
Jangan menilai buku dari cover-nya. Jangan tertipu oleh fananya dunia. Walau kadang cobaan yang kita hadapi terlihat berat, namun akan selalu ada sesuatu yang indah di balik itu semua. 

Ada yang dikemas dalam botol beling, botol plastik, plastik isi ulang, maupun sachet plastik yang kecil.. 
Walau kita terlahir dalam kondisi yang berbeda-beda, ada yang kaya tapi ada juga yang kurang kaya, ada yang ganteng/cantik tapi ada juga yang kurang ganteng/cantik dikit, dsb, namun hidup yang dijalani pada dasarnya sama. Lahir, tumbuh, berkembang, meninggal. Bagi yang sudah paham mungkin akan memaknai hidup untuk beribadah di mana setiap materi, waktu, dan tindakan ada pertanggungjawabannya. 

Ada kecap manis, kecap asin, bahkan kini ada kecap pedas.. 
Begitulah kehidupan yang kaya akan aneka rasa dan warna. Hari ini menangis, mungkin esok tertawa karena dunia senantiasa berputar. 

Walau rasanya enak, tapi tetap ada yang tidak suka.. 
Ada juga orang yang tidak suka dengan dunia ini. Ada yang ingin cepat2 mati maupun ingin bunuh diri, bahkan untuk alasan yang sebenarnya simpel. Tapi ada juga yang ingin cepat mati karena rindu dengan Rabbnya. Walau kita dianjurkan zuhud, akan tetapi selain habluminallah pun selagi masih bernafas ada pula habluminannaas. 

Mungkin rasa tidak pernah bohong, namun rasa yang di lidah pun makin lama akan hilang tak berbekas.. 
Sekalipun hidup kita terasa nikmat, akan tetapi pada akhirnya semua akan musnah. 

Bila didiamkan saja maka bisa basi.. 
Bila hidup kita tidak dimanfaatkan atau tidak dimaknai, maka akan menjadi sangat tak berharga dan hanya membuang waktu saja, seperti kata Asy-Syahid Hasan Al Banna, “Sesungguhnya kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia”. 


=> Miftah (
http://forum.republika.co.id/showthread.php?6168-Jika-Hidup-Ibarat-Kecap...&p=27195#post27195 )