...

Monday, February 27, 2012

Terima Kasih kepada Keterpurukan

Gemerlapnya permata ditengah megahnya dunia, membawa kita menikmati apa yang mungkin terbayangkan akan indahnya surga.
Saat segala kemudahan dan kenikamatan dapat dengan sederhana membawa kita terbaui.
Sepertinya kita lupa bahwa ini adalah dunia,
Bahwa ini bukan tujuan kita yang sebenarnya jika kita masih percaya.


Terlalu lama manusia terlena pada semu yang menciptakan elok pada mata
Sebuah makna akan cinta dan janji sampah 
Kebohongan dan hanya menambah beban dunia pada kesetimbangan
Serakah dan hegemoni penguasa yang alpa pada hakikat penciptaan-Nya


Terdiam dan semuanya terdiam ...
Tak ada kata, hanya tetes air mata dan tatapan buta dengan mata terbuka
Kejumawaan itu hilang tak berbekas saat Murka-Nya menghempaskan yang fana
Hanya tertunduk meratapi ketidakberdayaan manusia.

Menengadah menatap cakrawala ditengah derasnya ombak, di tengah samudra
Semua seperti tak berujung ... tak ada akhir dari apa yang tampak.
Dan semua semakin menguatkan bahwa manusia adalah kecil ditengah Kuasa-Nya.
Tak pantas jika sombong ada didunia yang kecil ini .
Percikan nafsu yang salah terartikan pada kehidupan membawa bencana.


Semuanya akirnya tersadar ...
Peran antagonis yang "musibah" mainkan ternyata membantu menyadarkan manusia
Akan dosa dan segala usaha yang jauh dari tuntunan_Nya
Terima kasih atas Kasih Sayang Engkau tunjukan dengan cara terbaik_Mu kepada manusia


Engkaulah yang paling mengerti dengan segala yang tersembunyi dari manusia
Jika kuasa-Mu berkata ... inilah yang terbaik sehingga dapat tersyukuri
Beralasanpun tak memperbaiki yang sekarang terjadi
Namun Nurani telah berbisik untuk segera kembali

Monday, February 20, 2012

Pilihan Investasi Kehidupan

Berinvestasi berarti menanamkan sumber daya (modal) untuk suatu hal yang akan kita harapkan manfaatnya untuk kehidupan yang akan datang. Banyak pilihan investasi yang bisa kita lakukan untuk masa depan kita sendiri, bisa atas pilihan kita sendiri atau mengikuti orang lain. Dari manapun sumber inspirasi berinvestasi tidak menjadi masalah karena kebermanfaatan adalah tujuannya.
Sumber daya yang dapat kita investasikan dapat beraneka ragam sesuai dengan tingkat pemahaman kita pada hidup yang telah kita jalani sekarang.

Jika sumber daya (modal) itu anda artikan dengan materi / uang, maka bijaksanalah dalam berinvestasi dengan uang anda. Memilih investasi jangka panjang adalah hal yang sangat bijaksana. Tentukan dimana anda akan "menanamkan" uang anda untuk masa depan. Kemana uang anda arahkan..bisa Bank, Bursa saham ataupun membeli barang langsung. Jika anda memilih untuk menginvestasikan uang anda untuk membeli sesuatu, tentukan kebermanfaatan barang yang anda beli tanpa mengurangi selera dan kepuasan anda dalam berbelanja. Usahakan membeli sesuatu yang secara nilai dapat tumbuh dan berkembang, misalnya uang untuk dibelikan buku yang menghasilkan ilmu sehingga sampai kapanpun anda dapat pengetahun untuk tuntunan kehidupan sekarang ataupun nanti...dan anda punya banyak pilihan lain sesuai dengan kemampuan berfikir anda untuk terus mengembangkan manfaat untuk modal uang anda.

Jika sumber daya (modal) anda adalah pikiran ... investasikan pemikiran anda untuk menghasilkan metode baik yang dapat dijadikan tuntunan bagi orang lain. Keajaiban yang luar biasa dimiliki manusia karena pemikirannya, tetapi tidak banyak orang yang mau berinvestasi dengan akal pikirannya. Semakin banyak kita memperlajari sesuatu maka semakin banyak kemungkinan kita akan menemukan hal-hal baru yang dulu belum kita ketahui. Olah pikiran ini lah yang membedakan kualitas satu orang dengan yang lainnya dan semakin holistik cara pandang seseorang terhadap sesuatu, semakin bijak juga orang tersebut dalam menentukan arah yang harus dituju ketika persimpangan ada didepannya.

Jika sumber daya (modal) anda adalah tenaga ... niatkanlah segala yang anda kerjakan dengan semangat ibadah, karena ibadah adalah semangat ketauhidan atas dasar aktifitas yang mulia dengan menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Jika pekerjaan anda menjadi baik, maka baik lah dampak yang dihasilkan pekerjaan anda pada lingkungan disekitar.

Ada lebih banyak lagi modal yang ada...bijaksanalah dalam menentukan arah investasi hidup

Wednesday, February 15, 2012

Belajar Menghargai dengan Sederhana


Jangan heran kalau melihat Riri Riza (41) tiba-tiba memasukkan plastik bungkus permen ke dalam sakunya. Sutradara berambut keriting ini juga kerap mengantongi plastik bekas saat di sekitarnya tidak ada tempat sampah.
Ternyata Riri mempunyai kebiasaan unik itu sebagai bentuk kecintaannya terhadap Bumi. ”Mungkin sederhana, tapi dari hal-hal sederhana tersebut bisa berdampak luas bagi masyarakat,” katanya saat membawakan workshop dalam MuDA Creativity 5th Anniversary, ”INVESTO: Investasikan Energimu untuk Bumi”, di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, pekan lalu.
Dari tindakan yang dimulai dari diri sendiri, Riri juga mengajak masyarakat untuk turut peduli. Sebagai sutradara, dia membuat film The Magic of Kakaban Island yang dibintangi Nicholas Saputra untuk ditayangkan di televisi. ”Saya ingin mengajak penonton untuk lebih menghargai apa yang kita miliki dengan hal-hal sederhana,” ujarnya.
Dia mengingatkan, Indonesia mempunyai alam dan tradisi luar biasa yang patut disyukuri. Melalui film tentang Kakaban, Riri ingin menyampaikan kepada seluruh masyarakat mengenai pentingnya ”investasi” kebudayaan Indonesia. ”Kita mempunyai kegelisahan tentang lingkungan dan saya menuangkannya ke dalam film,” ujar sutradara film Laskar Pelangi itu.


Tuesday, February 14, 2012

Tingkatan Islam dan Iman


Menurut Thabathabai

Setelah Tuhan mengisahkan perjuangan Ibrahim as sebagai tauladan yang utama, contoh orang yang pasrah sepenuhnya kepada Tuhan; setelah Ibrahim dan Ismail melaksanakan perintah Tuhan untuk membangun kembali Ka’bah; setelah keduanya berdoa agar dijadikan orang-orang Islam, Tuhan memanggil Ibrahim. Ketika Tuhannya berkata kepadanya: Islamlah kamu. Ibrahim berkata: Aku berislam kepada Tuhan Semesta Alam. (QS. Al-Baqarah; 131) Bukankah Ibrahim sudah Islam, dengan mematuhi semua perintah Allah swt? Mengapa ia disuruh Islam lagi? Untuk menjawab pertanyaan ini Thabathabai menulis tentang tingkatan keislaman dan keimanan. Saya mengutipnya agak lengkap di bawah ini:
Orang-orang berbeda dalam tingkat kepasrahannya kepada aturan Tuhan. Mereka juga berbeda dalam tingkat keislamannya.
Pertama, tingkat pertama Islam adalah menerima dan mematuhi perintah dan larangan dengan membaca dua kalimat syahadat, tidak jadi soal apakah iman sudah atau belum memasuki hatinya. Allah berfirman: Orang Arab dari dusun itu berkata: Kami beriman. Katakan, “Kamu tidak beriman. Tapi katakanlah: Kami Islam; karena iman belum masuk pada hati kamu.” (QS. Al-Hujurat; 14)
Kedua, Islam tingkat ini diikuti dengan tingkat pertama iman yaitu penyerahan dan kepasrahan hati untuk menerima keyakinan yang benar secara terperinci dengan diikuti oleh amal-amal salih; walaupun sewaktu-waktu mungkin saja berbuat salah. Allah Ta’ala berfirman tentang sikap orang yang takwa: Orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami dan mereka itu muslim (QS. Al-Zukhruf; 69) Dan Ia berfirman: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kepada Islam secara keseluruhan. (QS. Al-Baqarah; 208) Jelaslah Islam yang datang setelah iman ini bukanlah Islam pada tingkat yang pertama. Setelah Islam ini, datanglah tingkat kedua dari iman; yaitu keyakinan yang penuh kepada hakikat agama. Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian tidak ragu-ragu dan berjuang di jalan Allah dengan harta dan diri mereka. Mereka itulah orang-orang yang beriman tulus. (QS. Al-Hujurat; 15)
Ia juga berfirman: Hai orang-orang yang beriman, apakah Aku tunjukkan kepada kalian perdagangan yang a kan menyelamatkan kalian dari azab yang pedih. Kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta berjuang di jalan Allah dengan harta dan diri kamu. (QS. Al-Shaf; 10-11). Di sini, kaum mukminin diberi petunjuk kepada iman yang bukan iman sebelumnya.
Ketiga, tahap kedua iman itu membawa kita kepada Islam pada tingkat yang ketiga. Ketika jiwa sudah dipenuhi dengan iman tersebut di atas dan mulai berakhlak dengan akhlak berdasarkan iman itu, maka tunduklah kepadanya semua kekuatan hewani, yaitu semua kecenderungan ke arah dunia dan segala godaannya. Sekarang manusia menyembah Allah seakan-akan ia melihatnya dan jika ia tidak melihatnya sekalipun, ia meyakini bahwa Allah melihatnya. Di dalam batinnya dan dirinya yang paling dalam, tidak ada lagi apa pun yang tidak tunduk kepada perintah-Nya dan larangan-Nya atau kecewa kepada ketentuan-Nya. Allah berfirman: Maka demi Tuhanmu, tidak beriman mereka sampai mereka mengambil kamu sebagai pengutus untuk apa-apa yang mereka pertikaikan di antara mereka. Lalu mereka tidak dapatkan dalam diri mereka keberatan atas apa-apa yang engkau tentukan dan pasrah dengan kepasrahan yang sebenarnya. (QS. Al-Nisa; 65) Setelah tingkat keislaman ini, sampailah orang kepada tingkat iman berikutnya. Allah berfirman: Berbahagialah orang-orang yang beriman, sampai kepada firmannya. Dan orang-orang yang berpaling dari hal-hal yang tidak berguna. (QS. Al-Mukminun; 1-3) Begitu juga firman Allah: Ketika Tuhannya berkata kepadanya: Islamlah kamu. Ibrahim berkata: Aku berislam kepada Tuhan Semesta Alam. (QS. Al-Baqarah 131) Akhlak-akhlak yang mulia seperti rida, kepasrahan, keteguhan hati, kesabaran dalam menaati perintah Allah, kesempurnaan zuhud dan wara’, cinta dan benci karena Allah termasuk akhlak orang yang mencapai tingkat ini.
Keempat, tingkat Islam yang keempat datang setelah tingkat iman yang ketiga. Pada tingkat iman sebelumnya, hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan budak dengan tuannya. Karena ia melakukan sebenar-benarnya pengabdian dan tunduk sepenuhnya kepada kehendak Tuannya, menerima apa yang dicintainya dan diridainya. Memang tidak bisa dibandingkan antara kepemilikan dan kekuasaan seorang tuan atas budaknya dengan kepemilikan dan kekuasaan Tuhan semesta alam di atas makhluk-makhluk-Nya. Kepemilikan dia adalah kepemilikan yang sebenarnya. Selain Tuhan, tidak ada yang memiliki wujud yang mandiri secara zat, sifat, maupun perbuatan. Kadang-kadang setelah manusia sampai pada tingkat kepasrahan yang ketiga ini, bantuan Ilahi menariknya dan menampakkan kepadanya hakikat yang sebenarnya, bahwa seluruh kerajaan kepunyaan Allah semata-mata. Tidak sesuatu pun dapat memiliki sesuatu kecuali karena Dia. Tidak ada Tuhan kecuali Dia.
Pengungkapan realitas seperti ini adalah anugerah Ilahi yang Tuhan berikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Orang tidak akan sampai kepada tingkat ini semata-mata karena kemauannya. Mungkin inilah yang dimaksud dengan firman Allah yang digambarkan dengan doa Ibrahim dan Ismail: Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang pasrah kepadamu dan jadikan juga keturunan kami orang yang pasrah kepadamu. Dan tunjukkan kepada kami, cara pengabdian kami kepada-Mu.(QS. Al-Baqarah; 128) Bandingkanlah ini dengan ayat: Ketika Tuhannya berkata kepadanya: Islamlah kamu. Ibrahim berkata: Aku berislam kepada Tuhan Semesta Alam. (QS. Al-Baqarah; 131). Ayat ini secara lahiriah menunjukkan perintah tasyri’ibukan takwini;perintah legislatif bukan perintah kreatif. Ibrahim sudah Islam dengan pilihannya sendiri, memenuhi panggilan Tuhannya dan menjalankan perintahnya. Inilah perintah yang diterimanya pada awal hidupnya. Kemudian dalam ayat yang baru saja disebut, pada akhir hayatnya, Ibrahim dan anaknya Ismail berdoa memohonkan Islam dan agar ditunjuki cara pengabdian. Permohonan Ibrahim ini jelaslah bukan sesuatu yang sudah dimilikinya. Ia memohonkan sesuatu yang tidak berada di dalam kemampuannya. Pendeknya, Islam dalam doa Ibrahim dan Ismail adalah Islam pada tingkat yang keempat, dan yang paling tinggi.
Tingkat Islam ini diikuti dengan tingkat iman yang keempat. Pada tingkat ini, seluruh keadaan dan perbuatannya dipenuhi oleh keadaan yang disebut di atas. Allah berfirman: Ketahuilah bahwa para kekasih Allah itu, tidak ada takut pada mereka dan tidaklah mereka berduka cita, orang-orang yang beriman dan mereka itu bertakwa.(QS. Yunus; 42). Kaum mukminin yang disebutkan dalam ayat ini, sudah berada pada tingkat keyakinan bahwa tidak ada sesuatu pun yang terlepas dari Allah. Tidak ada suatu peristiwa pun terjadi tanpa seizin Allah, karena itu mereka tidak berduka cita karena hal yang dibenci menimpa mereka. Tidak juga takut karena ancaman bahaya yang menghadang mereka. Inilah iman yang datang setelah Allah melimpahkan anugerahnya. Renungkanlah.



Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i dilahirkan di Tabriz pada tahun 1321 H /1903.

Monday, February 13, 2012

Iman dan Kepatuhan



Di kalangan penganut ajaran Islam, kepercayaan sering disebut dengan iman atau aqidah, sedangkan kepatuhan disebut dengan amal yang dalam perilakunya disebut juga amal saleh, keduanya saling berhubungan. Sukardja (2005: 2) menyebutkan bahwa “akidah tidak akan ada faedahnya jika tidak diiringi perbuatan. Dalam Islam, perbuatan yang tumbuh dari akidah (iman) disebut amal saleh. Sebaliknya amal saleh tidak ada faedahnya tanpa iman.” Kepercayaan adalah kesediaan untuk menerima suatu ajaran, mengakuinya sebagai yang benar, dan mengikuti perintah ajaran tersebut dengan tindakan atau amal yang sesuai dengan ajaran kepercayaan yang dipercayai itu.

Iman tidak dapat dipisahkan dari amal sebagai implementasi dari kepercayaan itu. Moreno (1994) menyebutkan bahwa kepercayaan dapat diungkapkan melalui pemikiran dan perbuatan. Senada dengan pendapat tersebut, Ilyas (1993: 10) menyatakan bahwa “seseorang yang memiliki akidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermu’amalat dengan baik.
Iman merupakan dasar bagi berperilaku manusia, ia mengontrol cara berpikir, bersikap dan bertindak setiap orang. Al-Uthaimin (1985: 85) menyebutkan bahwa  “akidah merupakan dasar pokok dari agama yang akan membuahkan hasil yang tiada taranya di semua aspek kehidupan.”
Iman membuahkan amal salih. Amal  saleh secara sistematis digariskan dalam suatu sistem peraturan  yang disebut syariat (Sukardja 2005: 2). Syariat secara luas berarti keseluruhan ajaran Islam, baik akidah, ibadah dan akhlak, dalam makna yang sempit, syariat dipahami sebagai fikih atau hukum Islam, seluruhnya mengacu kepada kitab suci Al-Quran. Iman dan kepatuhan  merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan, maka perilaku manusia sangat tergantung pada imannya. Oleh karena itu,  iman berhubungan signifikan dengan kepatuhan.
Kepatuhan adalah keadaan di mana individu mengikuti perintah-perintah dari sesuatu yang dipandang memiliki otoritas secara sukarela ataupun karena terpaksa dengan tidak menunjukkan pengingkaran. Dengan demikian kepercayaan akan melahirkan kepatuhan, namun tidak dapat menyatakan bahwa kepatuhan merupakan gambaran utuh dari kepercayaan. 

http://akidahku.wordpress.com (dikutip dari)

Thursday, February 2, 2012

10 DOSA BESAR



USTADZ YUSUF MANSUR MERANGKUM DOSA-DOSA YANG ADA
 
.
  1. SYIRIK, MENYEKUTUKAN ALLAH SWT
  2. MENINGGALKAN SHOLAT.
  3. DURHAKA TERHADAP ORANG TUA.
  4. ZINA.
  5. HARTA HARAM,REJEKI HARAM.
  6. MINUM-MINUMAN KERAS,MABUK-MABUKKAN
  7. MEMUTUSKAN TALI SILATURRAHIM.
  8. BERBUAT KEBOHONGAN,SAKSI PALSU.
  9. KIKIR,PELIT.
  10. GHIBBAH,BERGUNJING.